Seperti janji saya di tulisan terdahulu, maka saya akan menceritakan sedikit tentang kelas 4TIA. Angkatan tahun akhir yang telah mengikuti perkuliahan Kecerdasan Buatan Semester Ganjil 2013-2014.

Saya sempat kaget ketika diberi amanah untuk mengajar kelas 4. Mengapa? Ya, saya beranggapan bahwa yang akan mengajar di kelas tersebut merupakan dosen-dosen senior, atau paling tidak dosen yang sudah lama mengajar di PCR. Sederhananya begitu. Namun ternyata amanah itu diberikan kepada saya. Saat itu, saya belum genap mengajar selama 1 tahun di Politeknik Caltex Riau. Artinya saya belum beradaptasi betul dengan lingkungan PCR, termasuk mahasiswa-mahasiswa lama yang telah lebih dulu berada di PCR. Saat itu saya sempat berasumsi bahwa menghadapi kelas yang lebih senior barangkali membutuhkan pendekatan yang berbeda.
Jadilah saya mengajar di kelas 4TIA selama 1 semester. Matakuliah yang saya ajar adalah Kecerdasan Buatan. Materi setengah semester pertama sama persis dengan materi yang saya ajarkan di kelas 2. Tidak ada bedanya. Perkuliahan dengan kelas 4TIA dilaksanakan setiap Senin pagi. Masuk jam 07.00 dan keluar jam 08.40. Kuliah pagi, ya mungkin kuliah yang berat bagi beberapa orang mahasiswa. Setidaknya saya bisa mengidentifikasi kebiasaan dari mahasiswa yang hampir selalu terlambat. Terlambat dalam batas toleransi maupan sudah melewati waktu toleransi. Hampir selalu mahasiswa yang sama :D.
Selain itu, saya sering memperhatikan mahasiswa-mahasiswa yang tidak terlalu fokus memperhatikan materi. Bukan karena bermain gadget atau membuat “kuliah mini” (baca berdiskusi) di belakang, sepertinya mereka lebih memilih melanjutkan “tidur yang terpotong”. Tidur yang terpotong karena kuliah pagi. Saya memang tidak menegur mereka, paling hebat hanya menyindir. Saya cukup memaklumi kejadian itu. Karena memang mereka tidak mengganggu teman-teman disebelahnya. Artinya kalau rugi, ya rugi sendiri. Mengapa demikian? Bagi saya kelas 4 adalah kelas yang lebih matang. Kelas yang lebih bijak dan lebih dewasa. Mereka seharusnya sudah memiliki rencana dan pilihan sendiri untuk menentukan dan melakukan sesuatu, termasuk cara mengikuti perkuliahan. Sangat berbeda dengan kelas 1 atau kelas dua yang baru beberapa tahun meninggalkan SMA/SMK.
Saya menyadari bahwa kelas 4TIA termasuk kelas yang tidak biasa. Ya kebetulan di facebook saya berteman dengan mereka. Saya sering mendapati hal-hal yang tidak biasa di timeline saya tentang kreatifitas dan aktifitas mereka. Sebagian besar mahasiswa kelas ini memiliki softskill masing-masing. Tentu softskill tersebut mereka manfaatkan untuk hal-hal positif dan kreatif. Saya kagum dengan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, terbilang solid dan kompak. Meskipun “mungkin” tidak semua anggota terlibat.
Dua orang mahasiswi kelas 4TIA juga merupakan mahasiswa Supervisi saya. Barangkali mereka dapat melihat bahwa saya mengajar dengan cara yang berbeda di kelas 1TIA dan 1TIC, “setidaknya menurut pandangan saya”. Namun tidak untuk kasus ini. Suatu saat saya pernah bertanya, tentang “sesuatu” yang harus dikoreksi selama saya mengajar, jawabannya sederhana, “Bapak terlalu cepat mengajar”. Oopss.. Masalah yang sama ketika saya bertanya ke kelas-kelas lainnya. Masalah menyampaikan materi. Sepertinya hal tersebut adalah penyakit Saya. Tapi tenang saja, mudah-mudahan penyakit itu bisa disembuhkan.
Saat UTS, saya memberikan soal yang sama dengan soal yang dikerjakan kelas 2. Saya ingin mengukur capaian nilai mereka dan membandingkannya dengan dua kelas 2 yang saya ajar. Hasilnya terbilang cukup baik. Rata-rata UTS kelas 4TIA tergolong baik bagi saya, bahkan termasuk lebih baik dari salah satu kelas. Data nilai tersebut saya gunakan untuk menyimpulkan sesuatu di akhir semester. Sebelum tulisan ini saya tulis, saya sudah menyelesaikan koreksi semua nilai UAS untuk semua kelas teori yang saya ajar.
Ada fenomena menarik saat saya menginputkan nilai UAS 4TIA ke sistem saya. Saya mendapati perubahan yang signifikan dari UAS tersebut. Perbuahan itu saya analisa dari perbandingan distribusi nilai UTS dan UAS kelas mereka. Sebaran nilai hasil UTS dapat dilihat di gambar berikut ini.

Dari gambar di atas terlihat bahwa ada banyak mahasiswa 4TIA yang mendapat nilai UTS lebih kecil dari 51. Sehingga untuk lulus di matakuliah ini mereka harus melakukan kerja ekstra. Minimal sampai dititik aman. Bagi mahasiswa lainnya barangkali akan berusaha untuk mendapat nilai yang lebih dari cukup atau mungkin nilai terbaik. Hasilnya, saat nilai UAS saya inputkan ke sistem saya mendapatkan distribusi seperti gambar di bawah ini.

Sangat signifikan, meskipun ada 4 orang mahasiswa yang nilainya kecil dari 51, mahasiswa lainnya mendapatkan nilai yang jauh lebih baik. Bahkan ada mahasiswa yang mendapat nilai 100 untuk UAS ini. Jika formulasikan ke dalam nilai huruf, maka sebaran nilai kelas 4TIA dapat dilihat pada chart berikut ini.

Berdasarkan capaian tersebut, saya ingin menduga-duga hal-hal berikut ini.
- Bahwa kelas ini memahami kalau nilai UTS meraka tidak begitu bagus. Dan mereka harus belajar lebih giat untuk memperbaikinya di UAS
- Materi yang disampaikan termasuk banyak, dan ada beberapa pemahaman tentang algoritma. Sebagian besar dari mereka berhasil menyelesaikan UAS untuk materi itu dengan baik. Besar kemungkinan mereka menguasi materi dengan baik.
- “Mungkin” kelas 4TIA belajar bersama sebelum ujian, hingga bisa menyelesaikan UAS dengan baik.
- Atau barangkali ada “konsiprasi” yang terjadi :p :p :p. #peace
Capaian nilai yang didapatkan oleh kelas 4TIA ini merupakan respon terhadap capaian sebelumnya (UTS). Respon tersebut diatanggapi dengan cara yang positif dan bekerja keras. Hasilnya dapat dilihat pada distribusi nilai UAS. Meskipun tidak semuanya sukses, tapi perjuangan sebagian besar mahasiswa kelas ini perlu dijadikan teladan oleh junior-junior mereka. Bahwa yang merubah nasib mereka adalah mereka sendiri. Setiap usaha yang dilakukan akan membuahkan hasil!
Saya pribadi puas dengan capaian nilai kelas 4TIA. Capaian yang di dapat adalah contoh cara merespon yang harus dipelihara. Mudah-mudahan apa yang kita pelajari selama ini dapat diaplikasikan di kehidupan nyata, suatu saat nanti. Karena sebagian besar sedang melaksnakan PA, saya mendoakan semoga perjalanan PA tersebut dapat dilalui dengan baik. Mudah-mudahan banyak pelajaran dan pengalaman baru yang dipetik saat menyelesaikannya. Karena pengalaman adalah hal yang paling berharga dan mudah-mudahan dapat dimaknai dengan baik. Semoga Sukses.