Tulisan ini adalah pandangan subjektif Saya terhadap jurusan tempat Saya menjalani pendidikan Pascasarjana. Saya akan bersepakat jika terdapat pandangan lain yang mungkin tidak sesuai dengan “pengalaman” yang Saya alami di jurusan tersebut. Karena setiap pihak akan mempunyai pandangan sendiri sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Saya hanya menyampaikan apa yang Saya rasakan dan apa yang Saya alami, jelas bukan untuk “menjilat, sombong atau hal negatif lainnya”. Bagi Saya itu luar biasa.
Akhir tahun 2008, Saya memiliki motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hingga akhirnya cita-cita itu dikabulkan pertengahan Tahun 2010. Saat itu Saya memasang target untuk menjadi seorang staf pengajar. Seseorang yang akan berperan dalam membagi pengetahuan-pengetahuan yang telah di dapatnya kepada orang lain. Dosen, mungkin itulah salah satu jalannya.
JTETI UGM atau dikenal dengan Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM Yogyakarta adalah nama jurusan tempat Saya menimba ilmu keteknikan, khususnya bidang Sistem Komputer dan Informatika. Gedung JTETI terletak di jalan grafika, di dalam komplek Fakultas Teknik UGM. Gedung ini akan menjadi salah satu saksi, bahwa Saya pernah menimba ilmu di UGM.
Pertengahan 2010 adalah saat pertama Saya menginjakan kaki di JTETI. Pada saat itu dilakukan ujian jurusan penentuan matrikulasi. Jujur, Saya belum merasakan apa-apa, yang Saya tau, di jurusan tersebut mungkin terdapat sekitar dua ribuan mahasiswa dari berbagai kultur yang berbeda. Saya berasumsi bahwa mahasiswa yang berada di sana memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata. Asumsi ini Saya patok dari passing grade JTETI UGM yang biasanya lebih tinggi dari sejumlah universitas yang terdapat di Indonesia. Terkadang asumsi-asumsi tersebut berhasil membuat ciut nyali Saya. Seketika Saya bertanya, “Apakah Saya bisa mengikuti iklim edukasi di sini? Atau apa mungkin Saya bisa mencapai target yang Saya patok? Atau apakah Saya sanggup menyelesaikan pendidikan di sini?”. Di sinilah cerita dimulai……
Belajar di lingkungan dengan suasana yang berbeda belum tentu menyenangkan. Apalagi kultur lingkungan tersebut samasekali belum pernah kita rasakan sebelumnya. Terkadang terjadi beberapa kekeliruan komunikasi yang dilakukan, dimulai dari salah pelafalan, hingga tidak paham maksud dari sebuah percakapan (Roaming). Di ranah keilmuan, Saya merasakan berbagai macam ketidaktahuan dan ketertinggalan terhadap kajian-kajian yang dianggap umum oleh teman-teman seangkatan. Mulai dari mengenal definisi dan kajian sebuah matakuliah, metode, algoritma, perangkat keras, elektronika dan lain sebagainya. Hah, Saya cukup maklum dengan keadaan tersebut, karena jelas S1 Saya bukanlah teknik murni , Saya adalah seorang sarjana pendidikan keteknikan.
Melihat fenomena-fenomena diawal perkuliahan tersebut, membuat Saya memaksa diri untuk belajar ekstra agar bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman seangkatan. Jadilah semester pertama dimulai dengan mengikuti kegiatan matrikulasi. Kegiatan yang secara khusus sangat membantu Saya untuk mengejar semua ketertinggalan tersebut. Perkuliahan matrikulasi mengingatkan kembali beberapa mata kuliah yang pernah Saya ikuti ketika menempuh jenjang sarjana. Matrikulasi juga memperkenalkan berbagai macam ilmu yang secara fundamental berperan dalam mengenalkan Saya dengan berbagai pengetahuan baru yang akan dijumpai pada semester-semester selanjutnya.
Perkuliahan umum dan perkuliahan matrikulasi telah membuat mata Saya terbuka lebar. Saat itu Saya mengetahui bagaimana “JTETI” memperlakukan “pendidikan” di lingkungannya. Saya merasakan nuansa yang luar biasa di lingkungan ini. Lingkungan yang edukatif serta ditemani oleh sejumlah teman yang haus pengetahuan. Sebagai mahasiswa Saya merasakan hal yang berbeda saat berinteraksi dengan staf pengajar di JTETI. Dosen-dosen yang patut dijadikan panutan. Saya menyaksikan bagaimana seorang dosen menyempatkan dirinya untuk berdiskusi panjang lebar dengan mahasiswanya, dosen-dosen yang saat ditemui selalu memberikan senyuman. Bagi Saya hal tersebut sangat luar biasa. Terkadang Saya merasa malu berhadapan dengan dosen-dosen tersebut. Dosen-dosen tersebut merupakan orang-orang yang menyelesaikan pendidikannya di berbagai universitas yang terkemuka di dunia. Tentu mereka ahli di bidang mereka masing-masing. Tetapi para dosen tersebut mampu menempatkan diri sebagai seseorang pendidik yang menurut Saya ideal dan patut dijadikan teladan. Saya ingat, saat mengikuti disksui pendek tentang penulisan paper penelitian, seorang dosen mengingatkan bahwa “kerendahan hati” adalah sesuatu hal yang sangat berharga. “Sehebat apapun prestasi Anda, tetaplah menjaga diri untuk selalu rendah hati”. Seketika kata-kata tersebut menyihir Saya, dan membuat ingatan Saya kembali ke beberapa tahun yang lalu. Saya sadar, bahwa terkadang Saya ceroboh dan bahkan bersikap sombong terhadap hal yang sebenarnya belum apa-apa.
Berinteraksi dengan teman-teman adalah hal yang sangat menyenangkan. Kebanyakan aktifitas yang Saya lakukan tidak lepas dari diskusi-diskusi yang terkait dengan pengetahuan yang sedang didalami. Diskusi dilakukan kapan saja, bisa jadi saat makan siang, olah raga, berkumpul di common room, saat di lab dan tempat-tempat lainnya. Diskusi kadang dimulai dari hal-hal yang serius dan kadang berakhir dengan guyonan-guyonan yang membuat kami tertawa bersama-sama. Secara sadar dan tidak sadar, diskusi tersebut selalu menyerempet ke arah pembahasan suatu kajian kelimuan tertentu. Hasilnya, Saya mengetahui banyak hal baru dari diskusi tersebut. Bahkan dengan diskusi itu, hal-hal yang dianggap sulit untuk dicerna menjadi jelas setelah dibahas dan dipaparkan oleh teman-teman. Siapa pun bebas terlibat dan mengajukan pertanyaan. Jadilah suatu iklim pendidikan yang menyenangkan dimana setiap teman selalu bersedia membagi ilmu-ilmu yang telah dipahaminya kepada teman-teman lain. Begitulah iklim pendidikan di JTETI yang Saya alami. Oleh karena itu Saya berani mengatakan: “bahkan bermalas-malasanpun menjadi hal yang susah untuk dilakukan”. Boleh jadi jika di kos sering bermalas-malasan, tetapi sesampai di kampus, keadaan akan berubah 180 derajat, tanpa sadar Saya akan terbawa dan kembali ke jalur yang seharusnya. Susahnya menjadi pemalas.
Terkait dengan ilmu-ilmu dan kajian pengetahuan, Saya selalu mengusahakan diri untuk mengikuti mata kuliah yang dianggap menarik. Frase “matakuliah menarik” disimpulkan setelah mereview dan berdiskusi dengan teman-teman. Setelah mengikuti perkuliahan dan melakukan literature review tambahan, Saya telah mengumpulkan berbagai data matakuliah yang menarik untuk dibagi. Mungkin pengetahuan-pengetahuan tersebut akan bermanfaat apabila dibagi ke kampung halaman Saya atau di tempat saya mengajar nantinya. Sebuah harapan..
Berdasarkan pengalaman tersebut, ternyata ilmu bukanlah prioritas utama saat menjalani pendidikan di JTETI. Tetapi suasana-lah yang melancarkan proses penyerapan ilmu-ilmu tersebut. Iklim yang nyaman dan bernuansa edukatif membuat proses pembelajaran menjadi menyenangkan, bahkan tanpa disadari sekalipun ternyata ilmu pengetahuan telah diserap.
Begitulah JTETI mendidik mahasiswanya, dan Saya bersyukur bisa terlibat di dalamnya. Sejauh ini Saya sedang mengerjakan tesis dan akan menyelesaikan beberapa naskah publikasi ilmiah. Publikasi yang dalam waktu dekat akan Saya submit ke international conference yang akan diselenggarakan di JTETI UGM dan Conference lain yang mungkin diizinkan oleh pembimbing 1 dan 2. Selama berkuliah Saya juga mengikuti grup riset yang ada di JTETI. Saya tergabung ke salah satu grup riset yang dibimbing oleh pembimbing 1 Saya, Mr. Widyawan, S.T., M.Sc., Ph.D. Di dalam grup riset ini juga bergabung sejumlah dosen dan salah satunya ketua jurusan JTETI, Mr. Ir. Lukito Edi Nugroho , M.Sc., Ph.D. Saya juga bersyukur dapat terlibat dalam sebuah research project yang sedang dan akan dilakukan oleh grup ini. Sungguh pengalaman yang luar biasa. Begitulah JTETI UGM.
Comments
Thanks, doain saya bisa msk jteti UGM kak!