Agustus 2014 adalah bulan dan tahun penting bagi perjalanan karir Saya. Sebulan (mungkin kurang) sebelumnya, Saya ditelpon oleh Direktur. Saya dihubungi via telpon sekitar pukul 17.00 (di luar jam kerja). Saat itu Saya sedang berlatih dengan mahasiswa yang akan mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba Gemastik (salah satunya sekarang menjadi AIL). Saat itu Saya meminjam ruangan 328 untuk bereksperimen dengan tujuan meningkatkan kemampuan yang mungkin dapat membantu kami dalam perlombaan Gemastik. Pesannya singkat, sekarang dimana? apakah bisa bertemu di ruangan Direktur? Itu saja. Terus terang, Saya tidak mengerti mengapa dipanggil sore itu, dugaan saya mungkin ada kegiatan baru yang harus dikerjakan dan mungkin saya diajak menjadi salah satu petugasnya. Saya berjalan menuju blok Direktorat menuju ruangan 201. Sesampainya di sana, dugaan saya tidak tepat, bukan tentang kepanitiaan, melainkan informasi tentang posisi/tugas tambahan yang akan diamanahkan kepada Saya. Agustus 2014 Saya diberi amanah untuk menjadi kepala UPPM (sekarang BP2M) dan Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP/Rembang).
Beberapa bulan sebelum itu, sejak bergabung dengan PCR, Saya ditugaskan untuk terlibat di beberapa kepanitiaan, antara lain panitia training internal Jurusan Komputer, Wisuda tahun 2013 (ketua pak WDW) dan akreditasi Teknik Komputer. Wisuda tahun 2013 merupakan wisuda yang bersejarah karena pada hari itu dilaksanakan peresmian Gedung Serba Guna Politeknik Caltex Riau. Peresmian ini dihadiri dan dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Bapak M. Nuh. Tugas yang diberikan cukup beragam, mulai dari fotografer talent untuk buku wisuda, mendesain cover buku dan backdrop hingga membuat aplikasi slideshow untuk menampilkan data para wisudawan pada saat penyerahan ijazah dan pemindahan jambul toga. Kepanitiaan tersebut dilakoni, dan Saya senang dengan kepercayaan yang diberikan, meskipun beberapa pekerjaan itu terlihat “receh”.
Setelah menjadi panitia wisuda, Saya juga ditugaskan untuk menjadi ketua Wisuda pada tahun berikutnya (2014), panitia akreditasi Institusi 2014 (dadakan membantu bu SNP), dan menjadi ketua Family Gathering pada tahun 2015. Terus terang, Saya menikmati pekerjaan-pekerjaan tersebut dan berusaha untuk memberikan hasil yang terbaik. Meskipun terkadang istri keberatan, karena beberapa kali membawa pekerjaan pulang ke rumah.
Sejak saat itu, Saya merasakan/meresapi/mengilhami (silahkan pilih) budaya kerja di PCR. Budaya yang menurut Saya berbeda dengan budaya yang Saya lihat di kampus Saya sebelumnya. Barangkali tidak semua orang akan cocok dengan budaya kerja seperti yang diterapkan di PCR. Tugas dosen tidak hanya mengajar, tapi juga menjadi panitia yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rutin PCR. Termasuk pekerjaan yang bagi sebagian perguruan tinggi cukup dikerjakan oleh tenaga kependidikan mereka, mungkin karena tenaga kependidikan di kampus mereka banyak. Jelas ini sangat berbeda dengan PCR yang menganut prinsip ramping struktur kaya fungsi.
Sejak mendapat tugas tambahan sebagai kepala UPPM dan BPP tahun 2014, Saya mulai memetakan apa yang harus dilakukan. Pemetaan dikerjakan dalam waktu yang cukup singkat (mungkin 2 minggu). Selama memetakan rencana kegiatan, Saya dipanggil Direktur Baru (Pak HKO) untuk berdiskusi. Beliau menanyakan apa rencana Saya kedepan setelah menempati posisi itu. Karena sedang jalan memetakan rencana kerja UPPM, maka Saya mengutarakan apa yang telah Saya persiapkan kepada beliau. Apa saja itu? Saya jelaskan di dalam cerita berikut.
Dari sini dulu ….
Tahun 2013, (melanjutkan cerita sebelumnya) Saya terlibat dalam kepanitiaan Akreditasi Program Studi D3-Teknik Komputer (D3-TK). Saya ditugaskan untuk mengumpulkan dokumen pada standar 7. Saat itu, ketua program studi D3-TK adalah pak SGP, Saya diberi daftar penelitian dan publikasi yang harus Saya kumpulkan bukti pendukungnya. Untuk publikasi bisa diminta kepada dosen atau UPPM, begitu instruksinya. Saya menghubungi UPPM dan dosen-dosen yang terlibat untuk “menanyakan” data publikasi yang beliau miliki. Banyak cara yang Saya lakukan, mulai dari mengirim email, mengunjungi dosen satu persatu hingga mencari publikasi-publikasi tersebut melalui google. Sebagai anak baru, Saya harus berlaku sopan kepada para senior. Responnya beragam, ada yang kooperatif, ada yang kurang peduli dan mungkin ada yang ketus. Itulah realitanya, Saya harus maklum atas kondisi tersebut (pasal 1 dan 2).
Berbeda dengan publikasi, mengumpulkan data penelitian jauh lebih berat. Karena tugas Saya mengumpulkan data proposal dan laporan penelitian dari daftar yang diberikan. Selama mengumpulkan data tersebut banyak hal yang tidak mengenakkan yang Saya alami. Khususnya ketika meminta dan mengkonfirmasi kepada dosen. Lagi-lagi Saya harus maklum dengan kondisi tersebut karena beberapa penelitian yang diajukan di dalam borang memang diambil dari publikasi yang telah jadi. Jadi sama sekali tidak ada proposal dan laporan penelitian. Karena tidak mungkin mengumpulkan data itu, akhirnya Saya nekat “mem***t” proposal dan laporan yang tidak ada itu menjadi “a*a” (sekitar 2-3 penelitian). Caranya sederhana, tidak perlu Saya jelaskan. Cara ini boleh dicontoh.
Sejak saat itu, Saya berfikir, apa yang terjadi dengan program studi yang lain? Mereka juga menyusun borang akreditasi bukan? Jika cara ini dipertahankan, maka panitia akreditasi akan disibukkan dengan permasalahan yang sama dan berulang setiap tahun. Energi akan terkuras untuk melakukan ini setiap tahun. Artinya ini adalah peluang untuk melakukan perbaikan, dalam hati Saya bergumam. Ya kemampuan Saya saat itu hanya sampai bergumam, tidak bisa berbuat apa-apa. Samangaik ado, tanago ada, tapi ndak ado wewenang.
Terkadang kita dipertemukan dengan kondisi-kondisi yang menurut kita tidak sesuai. Dan kita berkeinginan kuat untuk memperbaikinya. Namun kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya karena ketiadaan wewenang atas itu. Hal ini pernah Saya jumpai pada saat kuliah S1. Saya pernah menemukan kondisi-kondisi seperti ini saat sebelum menjadi Ketua Himanika dan Gubernur BEM Fakultas Teknik, sekitar tahun 2005 dan 2006. Salah satu yang membuat Saya memberanikan diri menempati kedua posisi tersebut adalah karena ingin mencoba melakukan sesuatu yang mungkin bisa membantu dan memudahkan orang lain, itu saja. Karena keinginan dan tekat itu, biasanya Saya sangat menikmati pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan. Beberapa mentor pernah mengajari Saya bahwa untuk memperbaiki sesuatu (bagian/divisi/organisasi) ada banyak jalannya, salah satunya adalah dengan masuk ke dalam sistem dan lakukan perubahan dari dalam. Mungkin inilah takdir Saya pada saat itu.
Siapa yang menduga, Saya ternyata diamanahi dan diberi wewenang untuk memperbaiki kondisi yang menurut Saya harus diperbaiki pada tahun 2013 (ketika menjadi panitia akreditasi). Jalan untuk berkontirbusi sangat terbuka lebar saat itu. Jika pengelolaan diperbaiki maka energi yang dulunya harus terkuras banyak setiap tahun, bisa dikurangi dan diarahkan untuk mencapai capaian lain yang lebih inovatif.
Oleh karena itu, jelas, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memutakhirkan data. Tujuannya dalah untuk membuat data terpusat dan dosen diarahkan untuk percaya kepada data yang dikelola oleh UPPM. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua Excel UPPM yang berhubungan dengan data penelitian, pengabdian dan publikasi. Saat itu Saya dibantu satu staf yaitu Bang AFT. Saya meminta beliau mengirimkan file Penelitian, Pengabdian dan Publikasi jika terdapat di komputer beliau. Sejalan dengan itu, Saya menelusur melalui dokumen yang ditinggalkan pejabat sebelumnya. Data tersebut Saya rekap ke dalam excel dan dibuat dengan format baku yang Saya susun. Karena bersemangat, kadang pekerjaan tersebut Saya kerjakan hingga larut malam. Tidur telat adalah hal yang biasa saat itu, seperti bermain game.
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah memetakan apa saja pekerjaan rutin yang dilakukan UPPM. Setidaknya Saya mencatat beberapa pekerjaan, diantaranya mengelola data penelitian, pengabdian dan luaran penelitian/pengabdian, pengelolaan peer review penelitian, pengelolaan hibah internal dan eksternal untuk penelitian dan pengabdian, mengelola administrasi baik untuk internal maupun eksternal seperti Kopertis dan Ristekdikti. Terakhir mengelola dana untuk bantuan publikasi ilmiah dosen.
Semua pekerjaan rutin itu, mustahil bisa dilakukan jika tidak memiliki aturan baku dalam pelaksanaannya. Saya bersyukur, ternyata UPPM dan UPM memiliki dokumen-dokumen tersebut, meskipun tidak lengkap, tapi setidaknya menjadi pijakan untuk melangkah. Sehingga tugas kami tinggal menambah, merapikan dan menyesuaikan dengan proses bisnis yang akan dijalankan.
Data sudah terkumpul, pekerjaan rutin sudah dipetakan dan dokumen teknis pelaksanaan kegiatan sudah ditangan (perlu ditambah dan disesuaikan). Apalagi selanjutnya? Karena Saya berlatar belakang TI, maka solusi yang ditawarkan adalah solusi berbasis TI. Biasanya pengembangan sistem PCR dilakukan oleh UPT Puskom. Sehingga Saya perlu mendiskusikan proses bisnis sistem yang akan dikembangkan dengan mereka. Saya menjadwalkan waktu untuk berjumpa sekitar awal september. Saya berjumpa dengan system analyst PCR, NNG. Kami berdiskusi tentang rencana pengembangan sistem untuk UPPM. Setelah menjelaskan panjang lebar, akhirnya kami sampai pada diskusi akhir, tentang lama waktu pengembangan. Berdasarkan kajian NNG, sistem bisa jalan paling cepat 6 bulan setelah proses requirement. Bagi Saya itu terlalu lama dan mungkin tidak sesuai dengan rencana dan target kerja Saya. Sehingga Saya bernegosiasi untuk dipercepat menjadi 2 atau 3 bulan. Tenyata tidak mungkin, karena saat itu puskom juga sedang mengembangkan beberapa sistem yang lebih penting (skala prioritas). Saya cukup memahami kondisi tersebut, dan akhirnya memutuskan untuk mengembangkannya sendiri.
Tidak ada salahnya sistem dikembangkan sendiri, karena sejak 1 tahun belakangan Saya ketagihan menggunakan salah satu framework aplikasi berbasis web. Kadang dalam kondisi yang tidak terlalu sibuk, Saya nekat membuat berbagai macam aplikasi yang masa depannya mungkin tidak jelas. Hehehe, sekedar mengasah kemampuan dan membunuh waktu saja.
Sejak saat itu pengembangan sistem mulai direncanakan. Saya menggunakan metode hajar bleh dima kanai, maju terus pantang mundur untuk menyelesaikannya. Tahapan pengembangan tetap berfokus pada target-target yang akan dikejar. Secara keseluruhan, pengembangan sistem terbatas pada proses bisnis rutin yang dijalankan dan diimplementasikan secara bertahap.
Dalam waktu 1,5 bulan Saya sudah berhasil membuat prototipe sistem versi pertama. Isinya hanya menampilkan data yang sudah dicatat di excel. Setidaknya dengan data itu, Pimpinan bisa tau seperti apa kekuatan PCR dari sisi Penelitian, Pengabdian dan Publikasi, tidak hanya untuk institusi tetapi juga kekuatan prodi hingga dosen-dosennya. Prototipe ini kemudian dipresentasikan di depan pimpinan akademik. Tujuannya adalah untuk membantu dalam memutakhirkan data. Caranya gimana? Sederhana, setiap dosen diminta mengakses sistem dengan akun masing-masing, lalu melihat data penelitian, pengabdian dan publikasi yang terdata di dalam sistem. Dosen didorong untuk melaporkan data lain yang mungkin tidak tercatat di sistem. Sehingga dengan cara seperti ini dapat mempercepat proses pemutakhiran data di sistem UPPM saat itu. Alhamdulillah banyak dosen yang aware dengan kelengkapan data ini.
Apakah cara tersebut cukup? Ternyata tidak, ada beberapa yang memang belum melaporkan penelitian, pengabdian dan publikasi ilmiahnya ke sistem. Artinya, dorongan, ajakan dan himbauan tidak mempan untuk kasus-kasus seperti ini. Cara berikutnya yang dilakukan adalah melalui aturan. Saya meminta dukungan ke Direktur dan Pudir 1 (Pak JJJ) pada saat itu. Beliau mendukung langkah untuk memutakhirkan data UPPM, bahkan dukungan itu diperkuat dengan kebijakan bahwa data penelitian, pengabdian dan publikasi ilmiah yang diakui untuk penilaian kinerja hanya dilihat melalui sistem UPPM. Kekuatan melalui aturan inilah kemudian membuat sistem UPPM menjadi satu-satunya rujukan data penelitian, pengabdian dan publikasi dosen PCR hingga saat ini (CMIIW).
Setelah data penelitian, pengabdian dan publikasi terkumpul dengan baik, pengembangan diarahkan untuk pekerjaan-pekerjaan rutin yang dilakukan UPPM. Sejak saat itu, fitur-fitur baru bermunculan, mulai dari pengelolaan hibah internal dan eksternal (penelitian dan pengabdian), peer review publikasi ilmiah, surat menyurat dan fitur lain terkait tugas penunjang dosen. Fitur lainnya yang dikembangkan adalah informasi dan notifikasi melalui email. Seperti yang kita ketahui, staf PCR sangat disiplin dalam menggunakan email. Pusat komunikasi formal dilakukan melalui email. Maka semua notifikasi yang berhubungan dengan sistem UPPM diarahkan ke email dosen. Fitur-fitur tersebut dibuat diiringi dengan kebijakan-kebijakan yang mengharuskan dosen melaporkan data penelitian, pengabdian dan publikasi ke sistem. Melalui kebijakan tersebut, perlahan tapi pasti, data yang dicatat sistem UPPM menjadi mutakhir. Berdasarkan pengalaman tersebut, sepertinya sistem ini memudahkan staf (LPG) dan dosen dalam melakukan pekerjaan administrasi yang berhubungan dengan UPPM (belum pernah diukur).
Bagi kepala UPPM, data ini kemudian digunakan untuk justifikasi dalam merencanakan kegiatan tahunan. Saya ingat, tahun 2014 saat menjadi anggota penyusun borang Akreditasi Institusi. Saat itu PCR sangat lemah dengan publikasi jurnal ilmiah. Mayoritas dosen memiliki publikasi ilmiah yang hampir 70% dipublikasikan dalam bentuk seminar nasional dan internasional. Namun, di dalam akreditasi institusi, jurnal jauh lebih dihargai jika dibandingkan dengan seminar (borang lama). Sehingga kebijakan-kebijakan publikasi saat itu banyak diarahkan untuk peningkatan jumlah publikasi jurnal ilmiah, baik internasional, nasional terakreditasi dan nasional tidak terakreditasi. Tujuannya adalah untuk merespon akreditasi institusi pada tahun-tahun berikutnya. Inilah salah satu contoh kebijakan yang diambil berdasarkan data yang tersaji di sistem UPPM, disamping kebijakan-kebijakan lainnya.
Saat ini sistem sudah dikelola secara profesional oleh BSTI (UPT Puskom dulu), beberapa fitur sudah disesuaikan dengan standar pengembangan sistem BSTI, salah satunya adalah single sign on dengan menggunakan akun google. Efektif atau tidaknya sistem ini mungkin dapat dijawab oleh teman-teman yang menggunakan sistem ini untuk berbagai keperluan, baik keperluan pribadi, program studi maupun institusi.
Sistem ini kemudian diberi nama UPPM Management System dan sekarang berumah menjadi BP2M Management System. Hingga saat ini BP2M Management System sudah memasuki tahun keenam. #20tahunPCR.